Kue Kontol Kejepit: Warisan Budaya Tak Benda dengan Kisah Uniknya
KUE KONTOL KEJEPIT: WARISAN BUDAYA TAK BENDA DENGAN KISAH UNIKNYA
Hai blog lover, ada yang unik nih, walau bukan hal yang baru yaaa, tapi kebaruannya adalah termasuk ke dalam warisan budaya tak benda. Dia adalah sejenis kue. Namanya adalah Kue Kontol Kejepit atau disingkat dengan Tolpit. Detailnya yuk simak uraian berikut.
Kue tolpit alias kontol kejepit adalah kuliner khas yang berasal dari Bantul-Yogyakarta. Kue ini adalah jajanan tradisional yang memiliki nama yang cukup unik, dan sering dikenal juga dengan nama Kue Adrem, seperti gambar berikut ini.
Kue Tolpit. (Sumber Foto: Regional-Espos.id)
Walau banyak varian bentuk, tapi rata-rata menyebutnya sebagai kue tolpit. Ada juga kue Buyarot yang berasal dari Garut yang bentuknya sangat mirip. Jika digabungkan keduanya, akan terlihat seperti kesatuan yang utuh.
Kue Buyarot (Sumber: Radar Bengkulu-Bacakoran.co)
Kisah Kue Adrem dan Asal Usul Nama Kontol Kejepit
Berawal dari era penjajahan zaman Belanda. Penikmat kue ini tidak hanya dari kalangan masyarakat di Bantul, tetapi juga oleh orang-orang Belanda. Mereka (orang Belanda) menyebutnya dengan istilah "dream" yang kita tahu artinya adalah mimpi. Penyebutan ini karena mereka merasakan manisnya kue ini yang sangat pekat di lidah. Namun demikian, alih-alih menyebut dengan kata "dream", malah justru masyarakat lokal memiliki logat tersendiri, yaitu adrem. Nama ini hingga saat ini masih melekat terhadap kue yang berbentuk dan berasa seperti itu.
Di masa itu, tolpit juga dijadikan sebagai alat pembayaran (Laman Pemerintah DIY)). Sewaktu panen tiba, masyarakat sering kali menukar hasil panennya padinya (gabah) agar bisa mencicipi kue ini. Para petani menunggu penjula kue ini ke sawah-sawah, kemudian membelinya dengan penukaran gabah. Jumlahnya tentu berbeda tiap penukaran (tida ada yang menyebut dengan pasti).
Selain itu, terdapat filosofi meenarik dan mendalah terkait kehadiran kue iini di sawah. Ada yang mengaitkan dengan simbol penghormatan kepada Dewi Kesuburan atau Dewi Sri di masa itu. Penghormatan ini dapat dikatakan sebagai rasa syukur atas kelimpahan hasil panen anugrah dari Yang Maha Pencipta di sawahnya. Adrem juga difilosofikan sebagai simbol pengamunan dan pengayoman agar hidup adem.
Munculnya nama kontol kejepit ini sebagai bentuk humoris yang hadir dari para petani di tengah panasnya terik matahari menerpa. Bentuknya memang seperti punya pria yang sedang kejepit. Ini pun dapat dilihat dari proses pembuatannya. Bahan yang digunakan adalah tepung beras yang digiling/ditumbuh sendiri dicampur dengan kepala dan gula jawa. Diulen menjadi adonan lembut. Setelah lembut diambil secukupnya dan digoreng pada wajan dengan minyak yang sudah panas. Adonan yang sedang digoreng ini akan sedikit mengembang dengan bentuk bulat dan warnanya menjadi kecoklatan. Hal ini artinya kue tersebut sudah siap ditiriskan.
Keunikannya adalah ketika kue matang ini diambil dengan menggunakan penjepit berupa sumpit yang kemudian ditekan-tekan dan dijepit hingga membentuk 3 lipatan. Bentuk inilah yang menyerupai miliknya laki-laki yang diguyonkan di tengah penatnya menghadapi cuaca di sawah. Dengan kata lain istilah "Kontol Kejepit" atau "Tolpit" berasal dari proses pembuatannya. Saat adonan dituang dan mengembang di minyak panas, kue tersebut dijepit menggunakan tiga bilah bambu atau sumpit, yang memberikan bentuk khasnya. Konon, bentuk akhir inilah yang dianggap menyerupai alat kelamin pria yang sedang terjepit, sehingga orang-orang zaman dahulu memberinya nama yang nyeleneh untuk menarik perhatian. Dan hingga kini terus terbawa dengan nama tersebut. Bahkan, oleh Kementerian Kebudayaan telah resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) Indonesia.
Itulah sedikit asal usul nama kue ini yang dianggap sedikit nyeleneh dan nyentrik menarik minat untuk mengetahui dan bahkan ingin mencoba rasanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kue ini telah menjelma sebagai bagian penting dari warisan budaya masyarakat Bantul khususnya dan masyarakat Jawa umumnya, yang dimulai dari bahan pembuatannya, tradisi panen, simbol syukur kepada Dewi Sri, harapan akan kehidupan yang adem, hingga menjadi sajian yang bisa dinikmati semua kalangan.
Demikian sedikit mengenai kuluner Indonesia ini. Jika ada hal yang keliru, mohon kiranya diberi masukan pada kolom komentar, dengan harapan semoga Budaya Indonesia tetap ajeg sepanjang masa dengan informasi yang benar. Akhir kata, semoga informasi ini bermanfaat.
Baca Juga:
Komentar
Posting Komentar